Sunday 9 June 2013

Pentingnya Keakuratan Sebuah Informasi

Kebenaran sebuah informasi sangat penting. Bukan saja dalam masalah kenegaraan dan harga komoditas kebutuhan pokok, misalnya. Kebenaran suatu informasi sama berharganya bagi para pencari kerja.

Bidang pekerjaannya pun bukan saja pekerjaan yang formal. Pekerjaan kreatif lebih-lebih lagi. Agar tidak ada orang atau pihak yang jadi korban atau dirugikan. Walau tanpa sengaja.

Saya pernah menjadi korban, tentunya tanpa disengaja, akibat ketidakakuratan informasi. Ceritanya saya dan seorang teman diberi informasi adanya casting pengisi suara film layar lebar sebuah film animasi ikon merek coklat terkemuka. Tempatnya di sebuah studio dubbing di Jakarta.

“Datang aja. Dibuka dari Senin sampai Kamis. Temui Pak R. Bilang saja tahu dari saya. Orangnya baik kok,” begitu teman yang memberi informasi menyarankan kami dengan semangat 98. Semangat reformasi.

Saya janjian dengan seorang teman untuk datang bersama ke sana. Kebetulan daerah yang kami tuju pernah kami lintasi. Sayangnya kami tidak tahu di mana persisnya alamat studio itu.

Saya sampai menelepon seorang teman dubbing senior. Mengecek kalau-kalau dia pernah ke studio ini. Hasilnya, selain dia tidak tahu alamat studio itu, jawabannya juga memuat hal-hal yang membuat kami curiga.

Hal-hal yang membuat kami curiga itu misalnya begini: “Itu tuh cuma casting basa-basi, tahu. Sebenarnya udah dipilih pemainnya. Tapi diadakan casting-castingan. Nggak bakal diterima deh. Pasti yang dipakai orang lain.”

Tapi kami sudah terlanjur di sana. Kami putuskan untuk mencari. Walaupun harus sampai ke ujung langit. Ow ow….

Kami sempat bertanya-tanya kepada orang-orang yang ada di sana. Masuk ke ruko dan rumah yang salah. Untungnya tidak sampai dikejar-kejar anjing. Juga tidak basah kuyup kehujanan. Tidak kena cipratan air dari genangan di tengah jalan yang dilewati kendaraan bermotor. Kalau itu sampai terjadi, lengkap sudah penderitaan kami berdua. Seperti adegan di sinetron Indonesia.

Alhamdulillah, kami sampai juga ke alamat yang kami cari. Kami girang melihat orang-orang yang tampaknya dari bagian produksi dubbing. Apalagi di pintu ruko itu ada juga logo nama perusahaan dubbing yang kami tuju.

Satpam yang kami dekati membenarkan dan mempersilakan kami. Kami melangkah ke teras, lalu masuk. Di meja resepsionis, kami sampaikan apa keperluan kami.

“Dari mana, Mas?”

Saya susah menjawab kalau ditanyakan dari mana? Dari mana itu yang ada di otak saya adalah menanyakan tempat lahir atau kampung halaman saya? Atau tempat tinggal saya di Jakarta?

Saya tahu, kalau mengisi daftar tamu di seminar, ternyata bukan kedua jawaban itu yang diperlukan. Tetapi adalah instansi atau lembaga saya berasal. Nah, itu juga yang kali ini bikin saya terbengong-bengong. Karena saya bukan berasal dari lembaga manapun.

“Agensi atau?” Mas-mas di meja resepsionis itu memberi jalan terang.

“Kami talent dubbing, Mas. Mau ikut tes voice. Emmm, katanya disuruh ketemu sama Pak R.”

“Oh sebentar.”

Mas-mas itu masuk ke ruangan lain. Satu menit kemudian, dia muncul lagi. Kami menyambutnya dengan bahagia.

“Tunggu dulu katanya, Mas. Pak R masih sibuk. Duduk aja.”

Kami duduk. Sambil lirak-lirik suasana sekitar tentunya. Pak R yang kami tunggu, muncul lima menit kemudian. Dia menatap kami. Langsung saja kami katakan maksud kami. Dengan semangat 98.

Tahukah apa tanggapan Pak R?

“Em, salah informasi deh kayaknya….”

Saya dan teman saya saling tatap.

“Katanya dari Senin sampai Kamis, Pak castingnya?”

“Dulu memang dubbing di sini. Tapi saya belum ada lagi tuh info film berikutnya untuk tahun ini.”

“Saya tahu dari Mas H, Pak. Dia bilang pernah diajak ngisi iklan di sini.”

“Mas H yang mana ya?”

Pak R malah bengang-bengong. Bikin hati kami tak enak.

“Mas H juga bilang di studio ini sering bikin iklan. Dia bilang coba juga minta ditest voice untuk iklan.”

“Oh, boleh. Tapi sekarang studionya lagi dipakai semua, Mas. Kalau mau nanti sore datang lagi ke sini, boleh.”

“Nanti sore jam berapa, Pak?”

“Di atas jam tiga.”

“Atau boleh suara kami dikirim ke email, Pak? Takutnya nanti kami nggak bisa ke sini. Kami sih maunya test voice langsung.”

Pak R memberi tahu kami alamat emailnya. Nomor hapenya juga dia perkenankan untuk bisa kami simpan. Ini tentu agak bagus. Walau saya tahu benar, bidang kreatif harus menunjukkan kemampuan diri yang maksimal. Tidak sekadar pertemanan nepotisme.

Kami meninggalkan studio dan Pak R. Datang ke sana lagi pada jam tiga sore. Bukan untuk casting film animasi layar lebar. Kami diperkenankan mencoba akting suara untuk iklan audio.

Belum lama saya ceritakan kejadian ini kepada teman dubber lainnya.

“Heran deh. Mas H serius nggak sih? Kalau nggak serius apa maksud dia ya?”

“Bisa aja kan dia tahu dari forwardan sms dari orang ke orang. Dulu juga banyak tuh. Sehari gue bisa dapat lima info casting. Kadang ada satu info yang sama dari banyak nomor teman yang berbeda.”
***

Cerita serupa terulang lagi kepada saya. Kisahnya saya dapat info di fb ada casting untuk suatu acara dokumenter sebuah stasiun televisi swasta. Waktu casting adalah tiga hari. Dari jam sepuluh pagi sampai dua siang.

Kali itu saya datang sendiri. Dengan percaya diri. Saya datang pada hari kedua. Jam 09.45 sudah tiba di kantor televisi. Di lantai lobi, saya putuskan untuk menemui resepsionis.

“Mas, saya mau ke lantai Y.”

“Keperluannya?”

“Casting dubbing.”

“Ini hari libur, Mas. Masa mau casting?”

Hari itu memang ada beberapa instansi yang memilih libur.

“Tapi infonya casting dibuka hari kemarin, hari ini dan besok, Mas. Untuk pengisi suara.”

Saya ingin mengingatkan, bahwa casting yang saya ikuti bukanlah casting acara komedi atau drama yang memerlukan penampilan badan.

“Katanya di lantai Y sama Mas W.”

“Sebentar.”

Mas-mas di resepsionis itu mengangakat ht-nya.

“Ini ada yang mau casting dubbing,” katanya menghubungi orang di lantai Y dengan ht-nya.

“Oh gitu?”

Dia menutup ht-nya. Saya menunggu dengan harapan besar.

“Jam dua, Mas.”


High Tomang, 9 Juni 2013

No comments:

Post a Comment