Kebenaran
sebuah informasi sangat penting. Bukan saja dalam masalah kenegaraan dan harga
komoditas kebutuhan pokok, misalnya. Kebenaran suatu informasi sama berharganya
bagi para pencari kerja.
Bidang
pekerjaannya pun bukan saja pekerjaan yang formal. Pekerjaan kreatif
lebih-lebih lagi. Agar tidak ada orang atau pihak yang jadi korban atau
dirugikan. Walau tanpa sengaja.
Saya
pernah menjadi korban, tentunya tanpa disengaja, akibat ketidakakuratan
informasi. Ceritanya saya dan seorang teman diberi informasi adanya casting
pengisi suara film layar lebar sebuah film animasi ikon merek coklat terkemuka.
Tempatnya di sebuah studio dubbing di Jakarta.
“Datang
aja. Dibuka dari Senin sampai Kamis. Temui Pak R. Bilang saja tahu dari saya.
Orangnya baik kok,” begitu teman yang memberi informasi menyarankan kami dengan
semangat 98. Semangat reformasi.
Saya
janjian dengan seorang teman untuk datang bersama ke sana. Kebetulan daerah
yang kami tuju pernah kami lintasi. Sayangnya kami tidak tahu di mana persisnya
alamat studio itu.
Saya
sampai menelepon seorang teman dubbing senior. Mengecek kalau-kalau dia pernah
ke studio ini. Hasilnya, selain dia tidak tahu alamat studio itu, jawabannya
juga memuat hal-hal yang membuat kami curiga.
Hal-hal
yang membuat kami curiga itu misalnya begini: “Itu tuh cuma casting basa-basi,
tahu. Sebenarnya udah dipilih pemainnya. Tapi diadakan casting-castingan. Nggak
bakal diterima deh. Pasti yang dipakai orang lain.”
Tapi
kami sudah terlanjur di sana. Kami putuskan untuk mencari. Walaupun harus
sampai ke ujung langit. Ow ow….
Kami
sempat bertanya-tanya kepada orang-orang yang ada di sana. Masuk ke ruko dan
rumah yang salah. Untungnya tidak sampai dikejar-kejar anjing. Juga tidak basah
kuyup kehujanan. Tidak kena cipratan air dari genangan di tengah jalan yang
dilewati kendaraan bermotor. Kalau itu sampai terjadi, lengkap sudah
penderitaan kami berdua. Seperti adegan di sinetron Indonesia.
Alhamdulillah,
kami sampai juga ke alamat yang kami cari. Kami girang melihat orang-orang yang
tampaknya dari bagian produksi dubbing. Apalagi di pintu ruko itu ada juga logo
nama perusahaan dubbing yang kami tuju.
Satpam
yang kami dekati membenarkan dan mempersilakan kami. Kami melangkah ke teras,
lalu masuk. Di meja resepsionis, kami sampaikan apa keperluan kami.
“Dari
mana, Mas?”
Saya
susah menjawab kalau ditanyakan dari mana? Dari mana itu yang ada di otak saya
adalah menanyakan tempat lahir atau kampung halaman saya? Atau tempat tinggal
saya di Jakarta?
Saya
tahu, kalau mengisi daftar tamu di seminar, ternyata bukan kedua jawaban itu
yang diperlukan. Tetapi adalah instansi atau lembaga saya berasal. Nah, itu
juga yang kali ini bikin saya terbengong-bengong. Karena saya bukan berasal
dari lembaga manapun.
“Agensi
atau?” Mas-mas di meja resepsionis itu memberi jalan terang.
“Kami
talent dubbing, Mas. Mau ikut tes voice. Emmm, katanya disuruh ketemu sama Pak
R.”
“Oh
sebentar.”
Mas-mas
itu masuk ke ruangan lain. Satu menit kemudian, dia muncul lagi. Kami
menyambutnya dengan bahagia.
“Tunggu
dulu katanya, Mas. Pak R masih sibuk. Duduk aja.”
Kami
duduk. Sambil lirak-lirik suasana sekitar tentunya. Pak R yang kami tunggu,
muncul lima menit kemudian. Dia menatap kami. Langsung saja kami katakan maksud
kami. Dengan semangat 98.
Tahukah
apa tanggapan Pak R?
“Em,
salah informasi deh kayaknya….”
Saya
dan teman saya saling tatap.
“Katanya
dari Senin sampai Kamis, Pak castingnya?”
“Dulu
memang dubbing di sini. Tapi saya belum ada lagi tuh info film berikutnya untuk
tahun ini.”
“Saya
tahu dari Mas H, Pak. Dia bilang pernah diajak ngisi iklan di sini.”
“Mas H
yang mana ya?”
Pak R
malah bengang-bengong. Bikin hati kami tak enak.
“Mas H
juga bilang di studio ini sering bikin iklan. Dia bilang coba juga minta ditest
voice untuk iklan.”
“Oh,
boleh. Tapi sekarang studionya lagi dipakai semua, Mas. Kalau mau nanti sore
datang lagi ke sini, boleh.”
“Nanti
sore jam berapa, Pak?”
“Di
atas jam tiga.”
“Atau
boleh suara kami dikirim ke email, Pak? Takutnya nanti kami nggak bisa ke sini.
Kami sih maunya test voice langsung.”
Pak R
memberi tahu kami alamat emailnya. Nomor hapenya juga dia perkenankan untuk
bisa kami simpan. Ini tentu agak bagus. Walau saya
tahu benar, bidang kreatif harus menunjukkan kemampuan diri yang maksimal.
Tidak sekadar pertemanan nepotisme.
Kami
meninggalkan studio dan Pak R. Datang ke sana lagi pada jam tiga sore. Bukan
untuk casting film animasi layar lebar. Kami diperkenankan mencoba akting suara
untuk iklan audio.
Belum
lama saya ceritakan kejadian ini kepada teman dubber lainnya.
“Heran
deh. Mas H serius nggak sih? Kalau nggak serius apa maksud dia ya?”
“Bisa
aja kan dia tahu dari forwardan sms dari orang ke orang. Dulu juga banyak tuh.
Sehari gue bisa dapat lima info casting. Kadang ada satu info yang sama dari
banyak nomor teman yang berbeda.”
***
Cerita
serupa terulang lagi kepada saya. Kisahnya saya dapat info di fb ada casting
untuk suatu acara dokumenter sebuah stasiun televisi swasta. Waktu casting
adalah tiga hari. Dari jam sepuluh pagi sampai dua siang.
Kali
itu saya datang sendiri. Dengan percaya diri. Saya datang pada hari kedua. Jam
09.45 sudah tiba di kantor televisi. Di lantai lobi, saya putuskan untuk
menemui resepsionis.
“Mas,
saya mau ke lantai Y.”
“Keperluannya?”
“Casting
dubbing.”
“Ini
hari libur, Mas. Masa mau casting?”
Hari
itu memang ada beberapa instansi yang memilih libur.
“Tapi
infonya casting dibuka hari kemarin, hari ini dan besok, Mas. Untuk pengisi
suara.”
Saya
ingin mengingatkan, bahwa casting yang saya ikuti bukanlah casting acara komedi
atau drama yang memerlukan penampilan badan.
“Katanya
di lantai Y sama Mas W.”
“Sebentar.”
Mas-mas
di resepsionis itu mengangakat ht-nya.
“Ini
ada yang mau casting dubbing,” katanya menghubungi orang di lantai Y dengan
ht-nya.
“Oh
gitu?”
Dia
menutup ht-nya. Saya menunggu dengan harapan besar.
“Jam
dua, Mas.”
High
Tomang, 9 Juni 2013
No comments:
Post a Comment